Mon, 30 Jun 2025
Esai / Kontributor / Dec 24, 2020

Corona dan Corak Pendidikan Kita

Dunia hari ini dihebohkan dengan adanya bencana pandemi. Pandemi yang muncul sejak akhir tahun 2019 di Wuhan, China ini membuat kepanikan diseluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Sejak munculnya pandemi itu membuat geger masyarakat Indonesia setelah banyaknya korban yang meninggal dunia akibat terkena pandemi itu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menamai pandemi itu dengan "Corona virus disease 19" atau COVID-19. Pandemi itu menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang umumnya ditandai oleh gejala-gejala awal. Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES-RI), gejala umum yang terjadi diantaranya : Demam (suhu tubuh mencapai hingga 38 derajat celcius), Batuk kering (batuk yang tidak disertai dengan dahak) dan Sesak nafas.

Semenjak pemerintah menetapkan Indonesia Darurat Virus Corona, nampaknya pandemi ini menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat Indonesia. Meski begitu, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang acuh tak acuh dengan pandemi itu. Perlu kita ketahui bersama, masyarakat Indonesia yang heterogen dan memiliki berbagai macam latarbelakang pekerjaan dan profesi yang berbeda-beda membuat beberapa kalangan masyarakat mengabaikan pandemi tersebut, tak terkecuali para generasi intelektual milenial.

Generasi intelektual milenial baik itu siswa maupun mahasiswa diseluruh Indonesia hari ini dihadapkan dengan kondisi yang begitu rumit dengan adanya pandemi virus corona ini. Betapa tidak, mulai dari SD hingga Mahasiswa diperhadapkan dengan proses pembelajaran atau perkuliahan daring yang menuntut para kaum generasi intelektual milenial mau tidak mau harus melaksanakannya. Bahkan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang sedianya telah direncanakan pelaksanaannya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus mengubah haluan dengan mengeluarkan kebijakan meniadakan Ujian nasional dikarenakan kondisi pandemi virus corona ini.

Adapun pelaksanaan proses pembelajaran daring yang terhitung telah berlangsung selama tiga minggu ini hanya mendapat banyak masalah. Seperti tidak efektifnya proses pembelajaran, tidak meratanya akses internet hingga keluhan pelajar atau mahasiswa terkait proses pembelajaran daring itu sendiri. Efektivitas proses pembelajaran menjadi tidak efektif dikarenakan pendidik maupun peserta didik tidak siap dengan kondisi ini. Kondisi yang mengharuskan proses belajar mengajar dilakukan serba daring itu hanya berbuntut pada banyaknya keluhan.

Proses pembelajaran yang seharusnya dapat bermanfaat bagi pelajar atau mahasiswa sebagai kaum generasi intelektual milenial kini terasa kurang bermanfaat. Beban belajar yang begitu tinggi dan kurangnya penjelasan terkait tugas-tugas yang diberikan berdampak pada pelajar maupun mahasiswa yang kesulitan dalam mengembangkan ilmu dan pengetahuannya. Padahal yang kita ketahui bersama, bahwasanya tujuan pendidikan Indonesia adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagaimana yang termaktub didalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Pendidikan yang umumnya disebutkan didalam beberapa literatur adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya. Akan tetapi yang nampak pada situasi kali ini berbeda jauh dari apa yang diharapkan dan diinginkan oleh pendidikan. Walau begitu,tidaklah mudah bagi pemerintah, pendidik maupun peserta didik untuk menjalani kondisi ini. Namun dari pihak pemerintah telah memberikan berbagai kebijakan serta bantuan sarana penunjang pembelajaran itu tetapi disisi lain, banyak wilayah yang masih minim dalam mengakses sarana pemerintah seperti jaringan internet sehingga membuat para pelajar ataupun mahasiswa terbebani untuk menjalankan proses pembelajarannya

Dari pendidik pun seharusnya dapat mengetahui, mengerti dan memahami akan kondisi yang sedang terjadi dan bagaimana kondisi peserta didiknya dalam menjalankan proses belajar mengajar secara online itu. Pendidik semestinya bisa membaca dengan baik kondisi yang dihadapinya hari ini. Kondisi yang menyebabkan banyaknya anak-anak pelajar maupun kesulitan mengakses jaringan, bahkan ada yang tidak memiliki fasilitas untuk dapat menjalankan proses pembelajaran online. Kemudian dari para pelajar atau maupun mahasiswa yang tengah sibuk didalam kesulitan dalam proses belajar mengajar yang katanya kian hari semakin tidak dapat menyerap ilmu yang diberikan melalui pembelajaran daring.

Antara konsep dan realita pendidikan yang diinginkan oleh Kemendikbud kini tidak lagi terlihat baik di mata para generasi intelektual milenial. Pemerintah yang bekerja dengan lembaga-lembaga pendidikan seharusnya melihat langsung, betapa banyak pelajar yang kewalahan dalam proses belajarnya, berapa banyak Mahasiswa yang terhambat perkuliahannya dikarenakan kondisi ini, dan ada berapa banyak mahasiswa semester akhir yang resah karena berbagai faktor.

Pelajar maupun mahasiswa menempuh pendidikannya sebab mereka ingin cerdas dan mampu menghadapi masa depannya. Namun apakah dengan proses belajar yang seperti ini yang diinginkan untuk mencerdaskan generasi intelektual milenial? Tentu bila dilihat dari banyaknya keluhan, ini bukanlah solusi pendidikan yang diharapkan dalam menjalani kondisi ini.

Yang terpenting ialah pendidikan yang dihasilkan itu bermutu dan memiliki kualitas. Pendidikan yang mampu berdaya saing tinggi, mampu mencetak generasi unggul, dan mampu menciptakan sumber daya manusia yang nantinya dapat mengelola negeri ini dengan keahlian dan berbagai inovasi kreatif yang dimilikinya.

 

Penulis: Ahmad Syaahid S, mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Makassar.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.