Menguji Kebijakan Rektor UNM
COVID-19, sebuah pandemik mematikan menjadi momok yang mengerikan bagi semua orang diseluruh dunia. Secara global, berdasarkan rilis dari Kemenkes RI per 14 April 2020, virus ini telah menjangkiti sebanyak 1.925.811COVID-19, sedangkan di Indonesia sendiri sebanyak 4.839 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 459.
Tak hanya mengganggu kesehatan individu, melainkan juga mengganggu kondisi perekonomian serta berbagai tatanan serta interaksi sosial masyarakat yang ada di Indonesia. Ada banyak dampak yang dirasakan oleh masyarakat dalam beraktivitas di kehidupan sehari-hari, termasuk diantaranya kalangan mahasiswa dalam konteks pendidikan/perkuliahan.
Berbagai kampus-kampus Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta berbondong-bondong mengubah metode perkuliahan. Dari yang semula berbasis tatap muka secara fisik, kini berubah menjadi model daring. Semua itu dilakukan demi menjaga proses perkuliahan tetap jalan dengan memperhatikan social distance selama masa karantina berlangsung. Sayangnya, hal tersebut membawa beberapa kendala seperti jadwal yang tabrakan, sinyal yang tidak kuat, hingga bertambahnya beban biaya kuota internet yang digunakan sehari-hari.
Kendala-kendala tersebut tidak dibiarkan berlarut begitu saja, beberapa kampus merespon kendala tersebut dengan mengeluarkan surat edaran yang berisi bantuan subsidi kepada mahasiswa dan dosen kurang lebih sepekan setelah menetapkan perubahan metode perkuliahan. Universitas Muhammadiyah Makassar misalnya memberikan bantuan biaya sebesar Rp. 250.000/Mahasiswa (Surat Edaran Nomor:283/05/C.5-II/IV/41/2020).
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa memberikan bantuan biaya untuk mahasiswa yang masih menempuh mata kuliah sebesar Rp. 100.000 per mahsiswa tiap bulannya dan mahasiswa yang menempuh bimbingan Tugas Akhir (Skripsi) diberi Rp. 50.000 per mahasiswa/Bulan (Surat Edaran Nomor: 92/UST/Rek/III/2020).
Universitas Aisyiyah Yogyakarta memberikan biaya bantuan sebesar Rp. 250.000/Mahasiswa. Pemberian subsidi tersebut diwujudkan dalam bentuk pemotongan biaya pendidikan: SPP Tetap/SPP Variabel, pada semester gasal TA 2020/2021 (Surat Edaran Rektor No. 327/UNISA/Au/III/2020) Universitas Bandar Lampung (UBL) memfasilitasi seluruh dosen dan mahasiswanya. Subsidi diberikan senilai Rp. 225.000 bagi mahasiswa dan Rp. 75.000 bagi dosen (Surat Edaran Rektor Nomor: 279/U/UBL/III/2020, dan SE Nomor: 280/U/UBL/III/2020).
Bagaimana dengan Universitas Negeri Makassar?
UNM baru mengeluarkan kebijakan dua hari setelah KEMENDIKBUD menyurati 64 Perguruan Tinggi Negeri untuk membemberikan bantuan sarana pembelajaran daring bagi mahasiswa. Poin skeptis yang akan kita bahas kali ini terkait poin satu di dalam Surat Edaran (933/UN36/TU/2020) UNM. Pada poin pertama dijelaskan ada tiga fasilitas yang disiapkan bandwidth internet hasil kerja sama UNM.
Pertama, Telkom Indonesia memberikan internet unlimited kepada mahasiswa dan dosen SSO wifi.id dimanapun terdapat hotspot wifi.id. Dari hasil survei yang dirilis oleh BEM UNM, sebanyak 660 responden, hanya 57 orang menggunakan jarigan wifi selebihnya 591 mahasiswa menggunakan kuota internet. Jika benar ada pembagian kuota, hampir mustahil itu akan dinikmati oleh mahasiswa, sebab tidak semua mahasiswa memiliki koneksi internet berbasis wifi.id.
Kedua, Pemberian Kuota 30GB bagi mahasiswa dan dosen yang menggunakan kartu Telkomsel dan Indosat untuk mengakses lms.unm.ac.id. Penelusuran penulis kemudian menemukan fakta lain, dimana provider Telkomsel memang pernah mengumumkan jika pihaknya telah menggratiskan kuota bagi mereka yang menggunakan aplikasi My Telkomsel. Kuota 30GB diberikan Cuma-Cuma dan semua masyarakat di seluruh indonesia bisa mengaksesnya. Mengutip dari Kompas.com, Kuota 30GB tersebut hanya berlaku untuk paket CloudX yang menyediakan layanan teleconference untuk kebutuhan perusahaan dan pendidikan yang hanya mampu menanmpung 100 orang dalam satu sesi.
Fakta tersebut kemudian menghasilkan sebuah dugaan, jika yang dimaksudkan oleh Rektor UNM tentang pembagian kuota 30GB merupakan hasil bentuk kerja sama dengan Telkomsel, maka barang tentu anggapan itu menjadi hal keliru. Sebab jauh sebelum UNM mengklaim bahwa itu kebijakan dari pihak kampus, semua orang dapat telah mengaksesnya.
Hasil survei yang disebar oleh tim riset Badan EksekutIf Mahasiswa UNM dengan total 660 responden dari 9 fakultas, menemukan kecenderungan mahasiswa menggunakan aplikasi dalam proses belajar sebanyak 272 menggunakan Zoom App, 144 menggunakan Google Classroom 191 orang sisanya menggunakan berbagai macam aplikasi misalnya Webex, E-learning, Edomot dll. Kecenderungan mahasiswa yang menggunakan aplikasi Zoom dan Google Classorom jelas tidak ditanggung oleh pihak Telkomsel, karena proses pembelajaran yang dimaksud hanya Aplikasi CloudX telkomsel. Lantas, subsidi seperti apakah yang dimaksudkan?
Ketiga, subsidi voucher kuota internet senilai Rp. 50.000 dengan mendaftarkan nomor telpon dan NIM. Dari berbagai surat edaran beberapa kampus lain, jumlah ini tentu terbilang paling sedikit. Apalagi sampai saat ini kita belum bisa menjamin sampai kapan batas perkuliahan bisa normal kembali. Selama proses kuliah daring berlangsung, maka selama itupula mahasiswa membutuhkan biaya internet untuk kebutuhan pembelajaran.
Bila mengacu pada amanah Permenristekdikti No.39 tahun 2017 PP No. 52 tahun 2015. PP No 26 tahun 2015 terkait dengan pengalokasian biaya pendidikan (UKT), Uang Kuliah Tunggal yang ditanggung oleh orang tua mahasiswa dan/atau pihak lainya digunakan untuk menunjang proses pembelajaran mahasiswa tiap semesternya seperti Gedung Fakultas, Ruang Kelas, Ruang Praktikum, Ruang Lab. Air, Listrik, dan lain-lain. Sudah sepantasnya alokasi dana UKT juga dapat digunakan mahasiswa selama perkuliahan secara daring, yang mana mahasiswa berhak memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dalam layanan bidang akademik dengan memanfaatkan fasilitas dalam rangka kelancaran pembelajaran.
Kita berharap, selama proses kuliah daring berlangsung ada baiknya selalu ada proses evaluasi pembelajaran mahasiswa dari pihak kampus, terkhusus biaya pembelajaran yang digunakan mahasiswa, sebab mereka telah membayar UKT.
Penulis: Bambang Pratama J, mahasiswa Psikologi UNM, belajar di Stimulus Paradigma.