Perempuan Dalam Balutan Tradisi
Esai yang amat tidak penting ini kita mulai dengan percakapan saya dengan dua orang anak kecil tempo hari, tanggal 18 Februari 2021.
"Tok-tok-tok" ketukan dari luar kamar kian terdengar jelas. Gagang pintu cokelat itu tiba-tiba berputar dan kemudian kamar saya terbuka. Yah, dua bocah muncul dengan senyum sembringah seakan tak berdosa masuk kamar orang lain sebelum diizinkan.
"Kak ayo main menggambar seperti kemarin" ucap Bintang yang kemudian disusul dengan permintaan yang sama oleh Sakura. Keduanya bersaudara, selisih umurnya kisaran 2 tahunan. Yang paling tua sekarang sudah kelas 1 SD.
Keseriusan mereka ingin menggambar di kamarku memang patut diapresiasi. Sebab keduanya mendapat pengawasan superketat oleh kedua orangtuanya untuk tidak keluar rumah.
Setidaknya, untuk sampai ke kamar saya, mereka harus melewati beberapa posko. Dan bisa dipastikan setiap posko akan mencegahnya.
Kamar saya ada di luar rumah, namun tetap menempati satu wilayah rumah yang sama tapi tidak satu atap. Bagi yang paham, pasti anak kos yang tinggal bersama ibu kosnya, atau setidaknya pernah berkunjung di kos-kosan. Selain dari itu, wajar jika kurang paham.
Posko pertama yang harus mereka lewati adalah meja makan, kemudian ruang keluarga/nonton TV.
Tempat-tempat ini merupakan tempat yang sering ditempati duduk-duduk oleh seisi rumah. Mulai paman, bibi, nenek atau bahkan orangtuanya sendiri.
Karena kamar mereka ada di lantai dua, maka mereka wajib melalui dua pos ini. Tidak hanya itu, terdapat dua pos bayangan yang juga harus ditaklukkannya. Yaitu tangga dan pintu keluar. Meski saya katakan sebagai pos bayangan, justru kedua pos bayangan ini yang sering membuat mereka gagal melancarkan aksinya.
Ketika mereka menuruni tangga atau membuka pintu mengeluarkan suara gesekan, maka cukup dipastikan mereka akan ketahuan dan misi keluar rumah dinyatakan gagal 100%.
Belakangan ini, mereka tidak terlalu diawasi. Mungkin karena, tanda-tanda keinginan mereka bermain di sekitaran jalanan yang penuh sesak kendaraaan tidak ditemukan lagi.
"Ini ada dua kertas dan dua pulpen. Silahkan menggambar, jika sudah saya akan nilai" aba-aba dari saya sambil menyodorkan kertas lengkap dengan penanya.
"Yes, yes yes" jawabnya serentak penuh gairah.
Setelah mereka menggoyang-goyangkan penanya diatas kertas, goyang kiri ke kanan atau goyang atas ke bawah maka simsalabin... Terciptalah 2 gambar yang berbeda. Gambar pertama adalah bunga-bunga. Gambar kedua adalah rumah kayu.
Tidak susah untuk menebak siapa diantara mereka yang menggambar bunga-bunga. Pembaca yang berbudaya dan berbudayalah pembaca. Dari pengamatan atas tradisi dan budaya kita, maka gambar bunga-bunga ini kemungkinan besarnya digambar oleh Sakura. Mengapa? Karena ia perempuan...
"Cantiknya bunganya...Siapa yang menggambar bunga?" Tanyaku seakan penasaran. Kedua alisku saya angkat sedikit agar kelihatan makin terasa rasa penasaranku
"Sakura dong kak, Kalau rumah ini kakak Bintang yang gambar kak. Cantik toh" Celoteh Sakura sambil memperlihatkan gambar-gambar mereka. "Yang mana bagus kak" sambung Bintang meminta penilaian.
"Ini (bunga) cantik, dan ini (rumah) keren" tuturku sambil menunjuk-nunjuk gambarnya. Mereka senangnya bukan main, mereka tambah kegirangan untuk menggambar lagi. Dan... jenis gambar Sakura tetap sama, bunga-bunga.
Sesekali Bintang menegok ke luar melalui pintu kamar, memastikan kalau orang-orang di dalam rumah belum mencarinya, atau setidaknya belum menyadari kalau mereka keluar rumah.
Hemat cerita. Setelah puas menggambar, mereka bersiap untuk keluar kamar. Seperti biasanya saya akan langsung mengarahkan masuk ke rumah, dan tidak kemana-mana. Namun, langkah mereka terpaksa berhenti karena kemunculan benda aneh (menurut mereka) berwarna pink yang tidak sengaja Bintang lihat di sudut ruangan.
"Apa ini kak?, kenapa ada barang perempuan disini?" Tanya Bintang sembari memegang benda itu.
"Pembungkus botol" ujarku singkat
"Bagusnya ini, gambar hello kity lagi" sambar Sakura sambil berupaya merebut barang itu dari tangan Bintang.
"Kenapa Bintang bisa tahu kalau ini barang perempuan?" Sambungku memperjelas tuduhan Bintang sebelumnya.
"Warna pink itu perempuan kak" tegas Sakura coddots. "Ih, masa barang perempuan kita pake" sambungnya melihat sinis. "Nih, gambarnya hello kitty lagi. Buangmi deh" sambung Bintang menimpali.
Keceriaan beberapa menit yang lalu, kini kelihatannya terusik dengan benda warna pink dengan gambar hello kitty itu.
"Mengapa benda mati kok bisa berjenis kelamin antara perempuan dan laki-laki. Dan mengapa pembungkus botol ini berjenis kelamin perempuan?" Pertanyaan di dalam benak mengganggu kesadaranku saat itu.
Seingat saya, gambar-gambar dari Sakura sebelumnya memang didominasi bunga-bunga. Sedangkan kakaknya sangat alergi menggambar bunga-bunga.
Apakah bunga-bunga juga berjenis kelamin perempuan?, entahlah...
"Dari mana kita tahu kalau pink itu warna perempuan?" Tanyaku kepada mereka sambil tertawa kecil-kecil.
"Memang begitu toh kak, masa kita tidak tahu" sambar Bintang. "Kak Aris belum tahu rupanya hahaha" sambung Sakura
"Siapa tanyaki kalau warna ini sebagai warna perempuan?" Tanyaku kembali sambil menunjuk benda warna pink itu.
"Dari Ibu kak" jawab Sakura dan Bintang serentak
Percakapan ini saya cukupkan disini.
Kita lanjutkan analisis sedikit dengan salah satu pandangan yang membedakan perempuan dan laki-laki secara perlakuan sosial. Atau mengapa dari laki-laki dan perempuan itu sendiri kelihatannya ingin dibedakan.
Salah satu pandangan ini mengemukakan bahwa manusia purba atau nenek moyang manusia sekarang gandrung pada dua naluri dasar. Pertama, naluri mempertahankan diri dari ancaman luar (hewan buas) dan kedua naluri mempertahankan spesiesnya (keturunan).
Karena perempuan memiliki alat produksi spesies (rahim), maka laki-laki (yang tidak punya alat produksi itu) harus bekerja pada orang yang memiliki alat produksi. (Rada mirip yah dengan sistem kapitalisme, borjuis-proletar).
Kalau begitu, nasib baik dong untuk perempuan?
Maksudnya disini, perempuan dalam pandangan ini begitu berharga. Karena spesies hanya bisa terproduksi melalui rahimnnya. Sehingga naluri kedua (berkemampuam/kuat) pada pandangan ini disematkan pada laki-laki, yakni naluri mempertahankan diri dari ancaman luar. Dan itu artinya, menjaga spesiesnya (baik laki-laki dan perempuan) agar tidak terkena bahaya dari luar
Jadi ada yang memproduksi (perempuan), dan ada yang menjaga (laki-laki) sehingga spesies manusia tidak punah kala itu.
RUMUSNYA
- Perempuan berharga (karena alat reproduksi rahimnya), sebaliknya laki-laki tidak memiliki atau kurang berharga
- Laki-laki berkemampuan (karena kekuatannya), sebaliknya perempuan tidak memiliki atau kurang berkemampuan
Naluri ini lebih condong masyarakat sebut sebagai fitrah manusia atau pemberian pencipta.
Hal ini yang memungkinkan mengapa banyak sekali fenomena sosial yang membedakan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat.
Misalkan...
Pertama,
Kebanyakan perempuan dilarang banyak bergaul dengan laki-laki, dilarang keluar malam, dilarang berpakaian seksi dan sebagainya. Larangan ini dipercaya berhubungan dengan pemahaman bahwa perempuan itu berharga tapi tidak cukup berkemampuan/kuat. Sebagaimana barang yang berharga, pasti mendapatkan perlakuan khusus. Jika barang itu lecek atau dilecehkan, pasti keberhargaannya akan berkurang. Sehingga selalu diupayakan barang berharga itu tetap berharga sampai ada pembelinya (peminang)
Kedua,
Dalam sejarah perang, laki-laki umumnya ditempatkan di barisan terdepan melawan musuh. Fenomena ini menguatkan asumsi bahwa laki-laki berkemampuan/kuat. Dan tidak terlalu penting jika laki-laki mati dalam pertempuran karena memang mereka tidak berharga (tidak punya rahim).
Ketiga,
Perempuan nakal dan laki-laki nakal berbeda maknanya.
Perempuan nakal lebih bermakna pelacur, pelakor dsb yang mengarah kepada perbuatan penyelewengan keberhargaan rahim/reproduksi. Sedangkan laki-laki nakal lebih bermakna suka berkelahi, mencuri dsb yang mengarah kepada penyelewengan kemampuan/kekuatan.
Keempat,
Ketika laki-laki jatuh (misalkan naik motor) dan perempuan jatuh dengan tingkat keparahan yang sama (misalkan tidak terlalu serius), respon masyarakat berbeda. Ketika laki-laki jatuh biasanya dikacangi/tidak direspon karena dianggap kuat. Tapi, kalau perempuan yang jatuh... hebohnya luar biasa.
Perbedaan perempuan dan laki-laki menurut pandangan ini masih banyak disekeliling kita...
Sebagai cocoklogi penulis, mungkin cerita percakapan saya tempo hari adalah salah satu fenomena dari pandangan ini. Bahwa perempuam itu berharga. Makanya perempuan harus memonopoli benda-benda tertentu seperti warna pink, bunga, dan mungkin juga lipstik, bedak, daster, selop, boneka dsb untuk menunjang keberhargaaanya.
Sebaliknya, jika laki-laki yang menggunakan benda-benda khusus itu akan kelihatan semakin kurang berharga.
Sehingga pandangan ini menyiratkan bahwa ada kewajaran kalau perempuan ingin tampil cantik, karena dasarnya ia berharga. Dan wajar kalau laki-laki agak bar-bar, karena pada dasarnya berkemampuan.
Tidak perlu dipermasalahkan atau dibuatkan masalah jika tidak menimbulkan masalah.
Penulis: Arisnawawi, alumni Universitas Negeri Makassar.