Puisi-Puisi Nasriani
Setegar Karang
Kehidupan itu bak lautan
Kadang kala pasang , kadang kala surut
Kadang terlihat begitu tenang,
kadang pula terlihat begitu memberontak
ia hanya perlu menemukan orang yang mampu bertahan dengan segala keadaannya
yang tidak meninggalkanya dikala pasang
yang tetap mencintainya dikala surut
seprti ombak dan pasir
mungkin kita memiliki banyak teman dikala senang,
seperti butiran pasir yang selalu disekitar pantai
namun sebagian orang sangat pandai berlari dikala kita dirundung masalah
seperti gelombang ombang yang mengguncang dengan hebat
kita tak perlu hidup seperti ombak,
yang dengan gagahnya berlari kedepan, kemudian ragu dan akhirnya mundur kembali
atau seperti pasir yang rela dipisahkan dan diombang ambing oleh gelombang air
hiduplah seperti angin yang tanpanya tak ada kehidupan
hiduplah setegar karang, walau terhantam ombak ribuang kali ia akan tetap tegar
hiduplah tanpa mengeluh, walau tak berirama tapi tetap syahdu.
Karang yang yang di hantam tak perna membenci ombak,
walau ia tau itu akan menghancurkannya.
Hiduplah untuk dirimu dan ciptakan kebahagianmu
Tetaplah bernafas walau itu sulit, tetaplah tersenyum walau itu berat dan
Tetaplah berusaha meski orang mengatakan itu mustahil
*
Buta Mata, Buta Hati
Demi angin yang menerbangkan debu
Demi pena dan apa yg dikisahkannya
Demi lautan yang penuh gelombang.
Dan awan yg mengandung hujan.
Begitu banyak kebesaran yg tampak,
Tapi mata seperti enggan untuk melihat.
Hati seakan tak merasakan kehadirannya
Ataukah Suara-suara dari luar sudah membuat kita tuli untuk mendengar suara-suara dari dalam.
Kemudian apa yang akan membuat kita sadar?
Haruskah kita menunggu bumi diguncangkan?
Gunung-gunung dihancur luluhkan sehancur-hancurnya.?
Ataukah swastama yang tampak dari arah arunika?
Wahai diri, mau sampai kapan terbelenggu dalam pekatnya kebodohan.
Berteman gelap bertabur temaram
Bukankah Janji Tuhanmu itu pasti.
Mengapa masih banyak ragu yg menyesak dalam dadamu.
Tidakkah engkau malu mendapat nikmat yg begitu banyak.
Berjalan dibumiNya yg begitu luas.
Melangkahkan kaki dengan angkuh.
Kemudian lupa diri berlumurkan dosa
Pikiran buyar dalam lamunan liar
Kemudian ego memberontak keluar
Hati lalu berbisik Adakah yg mampu menyembunyikan aibmu selain Ia?
Tetapi bahkan dalam sujudmu kau masih mengingat dunia
*
Senja Terakhirku
Bumiku sayang, bumiku malang.
Sekarang pesonamu sudah tak seindah dulu lagi.
Pesonamu semakin memudar bersama – sama dengan luka yang sedang kau topang
Luka ummat yang menjadi bebanmu
Entahlah sudah hari keberapa aku terkurung
Terbelenggu dengan sepi,
Di bawah jingga yang semakin memudar
Berharap saat membuka mata semua kembali baik – baik saja
Diri ini sudah mulai merindu manusia, dan
Kaki seakan ingin kembali memulai langkah
Sekrang delusiku leluasa beranjak dari linimasa
Mulai menerka jarak dari lesatnya sang warsa,
Aku sempurna tertikam oleh ilusiku sendiri
Disisi lain ada yang sibuk berpamitan
Semakin hari semakin menjauh
Entah akan kembali bertmu atau hanya sebatas kenangan
“jaga dirimu baik-baik” bisiknya daam mimpi panjangku.
Ahhh… semuanya seperti itu, datang silih berganti
Pergi hanya dengan pesan tanpa meninggalkan kepastian
Kau tak berbeda dari senja
Muncul dengan gagahnya kemudian perlahan menghilang.
Kadang diganti oeleh keregaman malam yang pekat
Kadang pula disambut senyum sinar bulan yang indah
Senja lagi, selalu menjadi sebuah akhir,
Tak peduli seberapa bahagianya aku hari itu, kau selalu membuatnya berakhir.
Penulis: Nasriani Arifin, akrab disapa Anip aktif di UKM Pramuka UNM