Puisi-Puisi Sae Arif
Sejak Malam Datang
Sejak malam datang menghembuskan kesunyian; datang kepada
jendela, membukanya, aku berhadapan gemerlap dingin tak
berselimut apapun. Kopi dan sebatang rokok, bertajuk rasa,
sepi yang menghanyutkan.
Sejak malam datang berziarah di penghujung sunyi; datang pula pijar
keredupan wajahnya; berlinang-linang di gelas kaca,
membunyikan nada, lalu melemparkannya, kepada hatiku. Nada
berirama kerinduan, nada tak ada pangkalnya.
Sajak malam yang ku buat untukmu menghilang; terbawa angin nakal,
aku tak bersedih atas itu, aku hanya menyayangkan saja ia
terbuang sia-sia. Semoga saja sampai ke laut ia terbang; agar
ombak membukanya, membacakannya, untuk para penghuni kedalaman.
Sajak malam yang ku buat ini sebenarnya hanya; coretan sepiku di
langit yang telah mendung. Waktu itu aku menghancurkan awan-awan,
dan melukainya, ia pun bercucuran rintik darah. Mencekam waktu.
*
Berita Pesisir
(i)
Gubug-gubug di bibir pantainya berdampingan cemara,
Ombak dan perahu nelayan berbincang tentang keadaan surya;
yang telah lama tak menyemburkan warna-warni senjanya.
(ii)
Dan di atas panggok yang kita duduki ini, angin lautan menyibak
sebuah koran tutup mendowan, terbuka pun korannya, isinya
mengatakan; “Telah hilang seorang balita saat berkunjung di sebuah
pantai, terakhir kali balita itu terlihat sedang bermain bersama ombak.”
(iii)
Huuii ... lautan mengerikan. Memakan jiwa tamunya.
Tapi hari ini memang sangat sepi, pepohon cemara rantingnya
terjuntai sampai di pasir-pasir. Tiupan angin semakin berbau horor.
Dan saat ku lihat kanan kiri; sudah tak ada siapapun. Kecuali, koran
yang terbakar dan mengeluarkan asap merah.
(iv)
Aku berlari sendirian menuju gerbang pulang.
Sudah lama berlari ternyata pintunya di bekalang.
Sudah lama berlari ternyata aku berlari di atas lautan
Sudah lama berlari ternyata aku berlari di atas lautan
bersama ombak-ombak dan balita yang hilang.
Kami bertiga akhirnya berlarian panjang.
Penulis: Sae Arif Billah, berdiam diri di Tegal, seorang santri dari pondok di daerah kabupaten Tegal, sehari-harinya senang menulis puisi.