Tue, 01 Jul 2025
Esai / Kontributor / Dec 21, 2020

Anomali Peraturan Hak Atas Pendidikan Anak Indonesia

Memasuki bulan Mei, tepatnya di setiap tanggal 2 Mei bangsa Indonesia memperingatinya sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Lahirnya Hardiknas juga merupakan suatu bentuk apresiasi untuk pahlawan pendidikan Indonesia yakni Ki. Hadjar Dewantara.

Dalam Prambule Konstitusi Indonesia UUD NRI Tahun 1945 Alinea Ke-4, tujuan pemerintah negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut adalah dengan cara menjamin hak atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai generasi bangsa.

Kali ini izinkan penulis membahas lebih dalam mengenai hak atas pendidikan anak-anak Indonesia dari sudut pandang hukum secara konsekutif. Sebagaimana tulisan ini diperuntukan untuk memperingati Hardiknas 2 Mei lalu.

Tidak dapat dipungkiri masih banyak anak-anak di penjuru Indonesia yang tidak mengenyam pendidikan atau putus sekolah. Berbagi macam faktor dan alasan anak Indonesia tidak mengenyam pendidikan atau putus sekolah, salah satunya faktor dari internal pendidikan itu sendiri, yaitu mahalnya biaya pendidikan.

Dalam sudut pandang hukum terkhusunya dalam perspektif Hukum Tata Negara, jaminan hak atas pendidikan adalah tanggung jawab negara Indonesia. Sebagaimana jaminan hak atas pendidikan tersebut telah dijamin dalam hirarki Peraturan Perundang-undangan yang ada di Indonesia, mulai dari Peraturan Perundang-undangan tertinggi yakni Konstitusi UUD NRI Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-undangan di bawah Konstitusi.

Mulai dari Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, dalam Prambule Alinea Ke-4 yang dimana tujuan dari negara adalah mencerdaskan bangsa. Terdapat berbagai cara untuk mencerdaskan bangsa, salah satunya yang paling utama adalah dengan cara pendidikan.

Kemudian dalam batang tubuh Konstitusi BAB XIII kembali ditegaskan, Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, tanpa terkecuali. Mengenai pembiayaan pendidikan warga negara dalam hal ini anak-anak indonesia dibebankan oleh pemerintah. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 31 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang bunyinya, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Sedangkan mengenai peraturan spesifik pendidikan di Indonesia diatur dalam UU No. 20 Thn. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Selanjutnya disebut UU No. 20/ Thn. 2003 Sidiknas). Dalam isi UU No. 20/ Thn. 2003 Sidiknas juga menyebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 15 (lima belas) tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (Pasal 6 Ayat (1) UU No. 20/ Thn. 2003 Sidiknas). Pengertian pendidikan dasar dalam UU No. 20/ Thn. 2003 Sidiknas Pasal 17 Ayat (2) adalah pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Konklusinya adalah dari ketentuan peraturan diatas bahwa setiap warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun sampai dengan (lima belas) tahun berhak mendapatkan pendidikan dasar, dan negara dalam hal ini Pemerintah pusat maupun daerah wajib untuk membiayainya.

Tetapi bila dikaji lebih dalam mengenai peraturan pendidikan yang ada di Indonesia terdapat anomali atau keanehan. Anomali bisa dilihat dari negara yang hanya mewajibkan pendidikan untuk warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun. Bila negara mewajibkan pendidikan warga negaranya hanya sampai pendidikan dasar, maka dapat dipastikan mutu pendidikan warga negara Indonesia tidak berkualitas.

Karena jenjang pendidikan yang kita ketahui tidak hanya sampai di pendidikan dasar, melainkan terdapat jenjang pendidikan lain setelah pendidikan dasar yaitu pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Ketentuan dasar hukum yang jelas hak atas pendidikan anak bisa dilihat pada UU 35 Thn. 2014 tentang Perubahan Atas UU 23 Thn. 2002 tentang Perlindungan Anak (Selanjutnya disebut, UU tentang Perlindungan Anak). Pasal 9 Ayat (1) UU tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan, tanpa terkecuali hanya sampai pendidikan dasar. Sedangan definisi anak dalam Undang-undang tersebut adalah, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Yang artinya dalam logika hukum, seharunya negara wajib menjamin hak atas pendidikan anak-anak Indonesia tidak hanya sampai pendidikan dasar dan sampai dengan batas umur 15 (lima belas) tahun. Melainkan, pendidikan untuk warga negara dalam hal ini anak harus sampai dengan batas umur 18 (delapan belas) tahun dengan ketentuan mungkin rentang waktu umur 16 (enam belas) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun mencakup pendidikan sampai tingkat menengah (MA, SMA dan/ atau SMK).

Selain mengenai tentang pendidikan dasar dan batas umur. Anomali dari isi peraturan pendidikan Indonesia bisa dilihat nihilnya implementasi atas kewajiban negara dalam hal ini pemerintah pusat atau daerah untuk membiayai pendidikan. Memang benar, terdapat sebagian daerah di Indonesia yang telah melaksanakan amanat Konstitusi dan Undang-undang untuk membiayai atau menggratiskan pendidikan tingkat dasar dan bahkan sampai tingkat menengah, tergantung kebijakan otonom pemerintah daerah itu sendiri.

Tetapi tidak dipungkiri juga masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang tidak melaksankan amanat Konstitusi dan Undang-undang untuk membiayai pendidikan, dengan dalih murid diwajibkan untuk membayar uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), uang pembangunan sekolah, atau uang komite. Inilah yang menyebabkan anak-anak Indonesia tidak mengenyam pendidikan atau putus sekolah akibat mahalnya biaya pendidikan.

Terlebih lagi bila kembali ke Konstitusi UUD NRI Tahun 1945 tepatnya di Pasal 31 Ayat (3), negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya (20%) dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBN & APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Yang sebenarnya, bila berharap kedepan pemerintah pusat atau daerah bisa saja untuk benar-benar membiayai atau menggratiskan pendidikan anak-anak Indonesia secara menyeluruh di daerah-daerah Indonesia mulai tingkat dasar hingga sampai dengan tingkat minimal menengah.

Secara normatif dan logika hukum atas peraturan pendidikan yang ada, maka sebenarnya terdapat harapan ke depan untuk anak-anak Indonesia mendapatkan hak atas pendidikannya secara cuma-cuma atau gratis hingga tingkat pendidikan menengah.

Tujuan dari itu semua adalah tidak lain dan tidak bukan untuk membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) warga negara Indonesia yang berkuliatas sebagaimana mencerminkan amanat dari Prambule Konstitusi UUD NRI Tahun 1945.

 

Penulis: Sayyid Nurahaqis, adalah Pemerhati Hukum Tata Negara dan Alumnus Fakultas Hukum di Universitas Islam Sumatera Utara.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.