Konsep Siri' Ala Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow
“Siri’e mi rionrowang ri-lino.”
Kalimat diatas merupakan sepenggal petuah dari leluhur suku Bugis yang memiliki arti “Hanya untuk Siri’ itu sajalah kita tinggal di dunia.” Dalam petuah ini ditekankan bahwa siri’ sebagai identitas sosial dan martabat pada orang Bugis, dan jika memiliki martabat hidup menjadi lebih berarti.
Secara mendasar individu memiliki dorongan dan motivasi untuk berusaha mencari kebermaknaan hidup, Salah satu teori yang terkenal mengenai motivasi dijelaskan oleh Abraham Maslow pada tahun 1943 dalam “A Theory of Human Motivation bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan tertentu.
Kebutuhan ini biasanya digambarkan dalam sebuah piramida hierarki kebutuhan. Tingkat terendah adalah kebutuhan paling dasar individu, sedangkan yang ada dibagian paling atas piramida tersebut adalah kebutuhan yang paling kompleks.
Kebutuhan paling mendasar dalam piramida ini mencakup kebutuhan akan fisiologis seperti makan minum, tidur dan kebutuhan biologis lainnya. Dalam pemenuhan kebutuhan ini seorang yang mengaku orang bugis mesti bekerja keras.
Mengingat biaya uang panai’ atau uang yang diserahkan pihak laki-laki untuk mempersunting perempuan dari suku ini terlampau tinggi. Hal inilah kemudian yang kadang kali menjadi sumber konflik dengan alasan mempertahankan siri’ (malu/harga diri) antara keluarga akibat kawin lari dan maraknya hubungan di luar nikah.
Setelah kebutuhan ini terpenuhi Individu beralih ke tingkat kebutuhan berikutnya yaitu rasa aman dan keselamatan. Pada tingkatan berikutnya yakni kebutuhan emosional yang mencakup hal-hal seperti penerimaan, cinta dan kepemilikan dapat diperoleh individu melalui hubungan sosial di lingkungan keluarga, pertemanan, kelompok sosial dan kelompok masyarakat dalam hal ini sangat diharapkan tumbuh adanya sikap sipakatau (saling memanusiakan), sipakainge’ (saling mengingatkan), dan sipakallebbi (saling menghormati).
Pada tingkatan selanjutnya dalam hierarki Maslow ada kebutuhan akan harga diri dan rasa hormat. Pada titik ini individu perlu merasakan bahwa mereka dihargai oleh orang lain serta merasa telah memberikan kontribusi terhadap kehidupan berupa prestasi yang dapat membanggakan, inovasi dalam bentuk partisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kelompok serta pengembangan potensi pribadi. Beberapa hal ini berperan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan akan penghargaan.
Secara psikologis adanya pengakuan dan dukungan orang lain berpengaruh terhadap keyakinan akan kemampuan individu. Dalam konteks budaya, masyarakat Bugis dahulu terkenal sebagai seorang pelaut ulung. Sosok pelaut digambarkan sebagai sosok yang memiliki tekad yang kuat, optimis sehingga berkerja dan berjuang sekuat tenaga. Perlu diketahui dalam memecah badai dan ombak yang ganas ada banyak peran dalam sebuah kapal seperti nahkoda, navigator, anak buah kapal, dll.
Menjadi catatan penting bahwa semua peran yang mereka emban tetap menjunjung tinggi kerja sama dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Memiliki identitas sebagai seorang pelaut mesti berpegang pada prinsip yang mengatakan, “Kalau layar sudah terkembang, jelas sudah tujuan, maka dilepaslah tali pengikatnya, lebih mulia mati tenggelam daripada surut kembali.” Sikap inilah yang kemudian ditanamkan dan diwariskan secara turun temurun.
Sebagai seorang humanis, Maslow berpandangan individu memiliki hasrat bawaan untuk dapat mengaktualisasikan diri yakni untuk menjadi apa yang mereka bisa dan mencapai potensi penuh mereka sebagai manusia. Kebutuhan akan aktualisasi diri inilah yang merupakan puncak kebutuhan individu.
Kita perlu berkaca bahwa di era yang sekarang ini, semua stakeholder dalam kehidupan baik masyarakat maupun dalam instansi pemerintahan memiliki peranan sangat penting dan tanggung jawab untuk dapat memajukan bangsa ini kedepannya. Amanah inilah yang sangat perlu dijaga baik-baik karena merupakan siri’ (harga diri) yang mesti dilaksanakan secara maksimal melalui kerja ikhlas, kerja keras, kerja cerdas, dan kerja tuntas.
Penulis: Rafie Izas, seorang lelaki Bugis yang terlahir di Bone. Sekarang terdaftar secara administratif sebagai Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Bosowa. Berupaya menggeliatkan literasi salah satunya melalui Taman Baca Masyarakat Bandae.