Tue, 01 Jul 2025
Esai / Nasriani Arifin / Jan 06, 2021

New Normal, New System atau New Norm?

Beberapa pekan terakhir ini teling kita seakan tak mendengar kata lain selain “New Normal” yang sebelumnya kalimat berdamai dengan corona juga intens dinarasaikan membuat masyarakat yang paham semakin paham dan yang tak paham semakin sulit untuk memahami. Semenjak kemunculan wabah yang mengharuskan siapa pun membatasi pergaulan sosial seakan merubah dunia ini begitu cepat.

Beberapa kebijakan baru bersebaran dimana- mana dan menuntut masyarakat untuk mematuhinya paham maupun tidak tujuannya. Selain membingungkan, bahkan kebijakan tersebut ada yang menyakiti hati rakyat.

Segala aktivitas disarankan untuk dilaksanakan dirumah, membuat Hastag di rumah aja pernah menjadi trending nomor satu di twitter indonesia karena bersatunya masyarakat menggunakannya untuk mengurangi penularan virus corona sesuai anjuran pemerintah (www.internetmarketerseducation.com/17/03/2020).

Setelah beberapa pekan semua aktifitas dilakukan di rumah saja, muncul kemudian istilah baru yakni PSBB (pembatasan sosial berskala besar), dimana kita kembali ditutut untuk semakin membatasi interaksi soial. Hanya beberapa kantor dan tokoh yang diberikan izin buka itupun harus mematuhi protokol kesehatan yang telah di marak di terapkan dimana – mana. PSBB diberlakukan, tapi bandara dibebaskan.

Rumah ibadah minta dikosongkan, tapi mal-mal dibiarkan ramai. Kebijakan mudik pun tak serius ditegakkan hingga lalu lintas orang tak bisa dikendalikan. Dan kemudian hal tersebut menjadi alasan bertambahnya masyarakat yang terjangkit Covid–19 yang kemudian kesalahan dilimpahkan secara penuh kepada masyarakat karena tak patuh pada aturan yang diberlakukan.

Corona, simakhluk super kecil nan perkasa, ini benar – benar membuat kita semua tak bisa berkutik. Mirisnya, ekonomi benar-benar ambruk, hingga pada tahun ini umat Islam harus melewati Ramadan dengan cara yang sangat berbeda dari biasanya. Parahnya, sepanjang wabah ini terjadi, semua negara nyaris tak mampu berbuat banyak. Apalagi lagi negeri serapuh Indonesia.

Belum selesai kegelisahan rakyat dengan berbagai istilah baru yang menghampiri kehidupan ini, kembali di nyanyikan kalimat “New Normal life” menurut update yang dikutip dari kompas.com (26/05/2020) kalimat tersebut memiliki arti lain “hidup berdamai dengan Covid – 19”.

Meski korban Covid-19 masih berjatuhan diamana –mana, tapi pemerintah terus mewacanakan penerapan konsep baru ini. Yakni pola hidup adaptif terhadap ancaman virus Corona yang ditengarai akan hilang dalam jangka waktu yang cukup lama.

Bahkan ternyata bukan sekadar wacana. Di beberapa tempat, konsep ini sudah mulai diterapkan dalam bentuk pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pusat-pusat kegiatan ekonomi, pusat-pusat ibadah, sarana dan prasarana transportasi, sudah mulai beroperasi meski dengan berupaya menerapkan protokol kesehatan.

Dan katanya di antara rencana mekanisme pelaksanaan “ New Normal life” adalah Polri dan TNI akan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan dilapangan seperti penggunaan masker, tata cara cuci tangan yang benar atau memastikan masyarakat menghindari kerumunan, namun sejatinya ini juga menjadi penguat sebelum PSBB di terapkan dan alhasil masih banyak masyarakat yang tidak patuh dan tidak terjangkit pengawasan.

Wiku Adisasmita selaku Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, memberikan penjelasan mengenai kebijakan baru tersebut.

New Normal adalah bentuk adaptasi tetap beraktivitas dengan mengurangi kontak fisik dan menghindari kerumunan. Semua aktivitas masyarakat akan kembali diizinkan, mulai dari bekerja, sekolah hingga ke tempat wisata. Namun, semua aktivitas tersebut harus dijalani dengan mematuhi protokol kesehatan guna mencegah penularan virus corona.

Beberapa standar protokol kesehatan yang wajib dijalankan oleh masyarakat dalam era New Normal, antara lain menggunakan masker saat bepergian dan menjaga jarak minimal satu meter dari orang lain.

Ia juga menjelaskan, New Normal bertujuan untuk menata kehidupan dan perilaku baru ketika pandemi Covid-19 terjadi. Transformasi ini akan terus berlangsung hingga vaksin untuk Covid-19 ditemukan (suara.com, 28/05/2020).

Namun pertanyaanya, butuhkah kita New Normal? atau mungkin new system? Atau bahkan New Norm? Sudah siapkah masyarakat Indonesia menerapkan itu? Sudah menyeluruhkan sosialisasi menegenai kebijakan baru tersebut? Sehingga lagi–lagi mengurangi gagal paham masyarakat kita.

Dikutip dari kompas.com (09/06/2020), laporan Deep Knowledge Group yang dikutip Forbes soal daftar 100 negara teraman dari Covid-19. Indonesia, ternyata menempati urutan ke-97, alias peringkat 4 dari bawah. Setiap hari kita melihat pertambahan angka positif Covid–19 terus membumbung tinggi.

Angka ini masih berada pada kisaran ratusan bahkan beberapa kali pernah hampir menyentuh angka ribuan. Ini sebenarnya menunjukan bahwa penerapan New Normal belum bisa di lakukan di negara kita. Berbeda halnya dengan dua negara adidaya Inggris dan Amerika yang telah dahulu mencanangkan New Normal.

Mereka mulai akan menerapkan konsep New Normal ini ketika angka kasus positif Covid–19 di negara mereka sudah mulai merendah. Seperti yang di kutip dati rmol.com (26/05/2020) melalui mentreri luar negerinya mereka mengatakan bahwa orang – orang akan kembali kekehidupan normal tapi bukan seperti sebelum wabah melanda melainkan “normal baru” setelah angka kasus mulai menurun dan pelonggaran dilakukan secara bertahap.

Mirisnya, sebagai negara pengekor, Indonesia dengan mudah ikut termakan untuk mengikuti negara berkembang ini. Narasi berdamai dengan corona seolah-olah menjadi satu-satunya pilihan. Tanpa melihat dampak dan mempertimbangkan dengan baik terlebih dahulu. Ini sama saja membuka penyebaran virus gelombang kedua, padahal gelombang pertama saja sudah amburadul.

Menerapkan New Normal di Indonesia saat ini membuat kapitalisme semakin terpuruk. Negara semakin tak berdaya mengurusi rakyatnya secara mandiri. Cengkeraman asing semakin nampak nyata. Yang miskin akan semakin, yang kaya akan semakin kaya dan yang tertindas akan semakin menjerit. Ini bukan hanya tentang kerisis kesehatan tapi juga tentang kerisis ekonomi yang berdampak kepada seluruh kalangan masyarakat.

Kita tidak butuh new norm, kita butuh pembaharuan dan pengenalan kembali norma–norma yang berlaku di negara pancasilais sehingga tidak melenceng dari apa yang harusnya diterapkan pada kondisi krisis saat ini.

Selain itu kita juga butuh new system, sebuah gebrakan baru yang tidak melenceng dari kultur negara kita. Sebuah sistem baru kehidupan entah itu ideologi baru yang menggantikan kapitalisme atau hal semacamnya. Kita butuh orang – orang baru penggerak kebijakan baru yang lebih menyentuh rakyat sehingga tidak banyak pihak yang dirugikan maupun di untungkan. Wallahu a’lam bishshawwab.

 

Penulis: Nasriani Arifin, aktif di UKM Pramuka UNM.

Pronesiata

Kami percaya jika semua tulisan layak untuk dibagikan. Tak perlu harus sempurna! Media ini ruang bagi semua yang memiliki karya tulisan.

© pronesiata.id. All Rights Reserved.